Jumat, 09 September 2016

contoh makalah legum dan serealia



TUGAS MAKALAH
(TEKNOLOGI LEGUM DAN SEREALIA)


logo


Kelompok 5

1. Arie D.D.S                                     B1314003
2. Aswin Talaut                                B1314007
3. Tri Ambarwati                              B1314038
4. Yunita Sari                                               B1314042
                                     

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
POLITEKNIK NEGERI TANAH LAUT
PELAIHARI
2016


BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang

Beras merupakan makanan pokok di tidak kurang 26 negara padat penduduk (China, India, Indonesia, Pakistan, Bangladesh, Malaysia, Thailand, Vietnam), atau lebih separuh penduduk dunia. Di Indonesia, masalah beras erat kaitannya dengan masalah budaya, social dan ekonomi bangsa. Keeratan hubungan antara padi (beras) dengan manusia tercermin dari berbagai kepercayaan penduduk, antara lain melalui hikayat Dewi Sri. Dalam bidang ekonomi, beras sering digunakan sebagai indeks kestabilan ekonomi nasional.
Tanaman padi (Oryza sativa) dapat dibedakan atas tiga ras, yaitu Javanika, Japonika dan Indika. Jenis Indika mempunyai butir padi berbentuk lonjong panjang dengan rasa nasi pera, sedangkan pada jenis Japonika, butirnya pendek bulat, dengan rasa nasi pulen dan lengket. Beras yang ada di Indonesia secara umum dikategorikan atas varietas bulu dengan ciri bentuk butiran agak bulat sampai bulat dan varietas cere dengan ciri bentuk butiran lonjong sampai sedang. Indica lebih pendek masa tanamya, tahan kekurangan air, dipanen sekaligus karena butir padi mudah terlepas dari malainya sehingga mudah tercecer. Sedangkan japonica lebih lama masa tanamnya, tanaman lebih tinggi, dipanen satu per satu karena butir padi melekat kuat pada malainya. Penanaman beras di Indonesia juga sering didasarkan atas daerah produksinya, misalnya beras Rojolele dan Cianjur dari Jawa Barat, Siarias dari Sumatra Utara, Solok dari Sumatera Barat dan beras Empat Bulan dari Sumatera Selatan.
Tepung beras terdiri dari tepung beras pecah kulit dan tepung beras sosoh. Tepung beras banyak digunakan sebagai bahan baku industri seperti bihun dan bakmi, macaroni, aneka snacks, aneka kue kering (“cookies”), biscuit, “crackers”, makanan bayi, makanan sapihan untuk Balita, tepung campuran (“composite flour”).
Standar mutu tepung beras ditentukan menurut Standar Industri Indonesia (SII). Syarat mutu tepung beras yang baik adalah : kadar air maksimum 10%, kadar abu maksimum 1%, bebas dari logam berbahaya, serangga, jamur, serta dengan bau dan rasa yang normal. Di Amerika, dikenal dua jenis tepung beras, yaitu tepung beras ketan dan tepung beras biasa. Tepung ketan mempunyai mutu lebih tinggi jika digunakan sebagai pengental susu, pudding dan makanan ringan.

1.2  Tujuan

Mengetaui teknik-teknik pengolahan, penyimpanan dan penggendalian hama pasca panen pada padi.

BAB II
ISI

2.1  Tinjauan Pustaka

Serealia adalah biji-bijian yang diperoleh dari tanaman padi-padian atau rumput-rumputan(Gramineae) Serealia yang banyak ditanam di seluruh dunia adalah gandum, beras, jagung, jewawut, jali, oat dan barley.
Beras merupakan salah satu serealia yang sering dikonsumsi oleh kita, utu beras sangat bergantung pada mutu gabah yang akan digiling dan sarana mekanis yang digunakan dalam penggilingan. Selain itu, mutu gabah juga dipengaruhi oleh genetik tanaman, cuaca, waktu pemanenan, dan penanganan pascapanen. Pemilihan beras merupakan ungkapan selera pribadi konsumen, ditentukan oleh faktor subjektif dan dipengaruhi oleh lokasi, suku bangsa atau etnis, lingkungan, pendidikan, status sosial ekonomi, jenis pekerjaan, dan tingkat pendapatan. Beras yang mempunyai cita rasa nasi yang enak mempunyai hubungan dengan selera dan preferensi konsumen serta akan menentukan harga beras. Respons konsumen terhadap beras bermutu sangat tinggi untuk beras giling bertujuan untuk mengantisipasi terjadinya manipulasi mutu beras di pasaran, terutama karena pengoplosan atau pencampuran antarkualitas atau antarvarietas. (Soerjandoko, 2010)
Teknik pengolahan padi dengan dengan cara penggabahan antara lain diinjak-injak, dipukulkan, ditumbuk, menggunakan pedal thresner dan mesin perontok. Penggilingan adalah proses pemisahan sekam dan kulit luar kariopsis dari biji padi agar diperoleh beras yang dapat dikonsumsi. Dalam pengertian sehari-hari, yang dimaksud dengan beras adalah gabah yang bagian kulitnya sudah dibuang dengan cara digiling dan disosoh menggunakan alat pengupas dan penggiling (“huller”) serat alat penyosoh (“polisher”). Gabah yang hanya terkupas bagian kulit luar (sekam)-nya, disebut beras pecah kulit (“brown rice”). Sedangkan beras pecah kulit yang seluruh atau sebagian dari kulit arinya telah dipisahkan dalam proses penyosohan, disebut beras giling (“milled rice”). Beras yang biasa dikonsumsi atau dijual di pasar adalah dalam bentuk beras giling. Tepung beras terdiri dari tepung beras pecah kulit dan tepung beras sosoh. Proses pembuatan tepung beras dimulai dengan penepungan kering dilanjutkan dengan penepungan beras basah (beras direndam dalam air semalam, ditiriskan, dan ditepungkan). Alat penepung yang digunakan adalah secara tradisional (alu, lesung, kincir air) dan mesin penepung (hammer mill dan disc mill).
Tahapan  - tahapan yang dilakukan pada saat penanganan pasca panen padi antara lain adalah sebagai berikut :
1.      Penumpukan dan Pengumpulan
Penumpukan dan pengumpulan merupakan tahap penanganan pasca panen setelah padi dipanen. Ketidak-tepatan dalam penumpukan dan pengumpulan padi dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang cukup tinggi. Untuk menghindari atau mengurangi terjadinya kehilangan hasil sebaiknya pada waktu penumpukan dan pengangkutan padi menggunakan alas.
2.      Perontokan
Setelah dipanen, gabah harus segera dirontokkan dari malainya. Tempat perontokan dapat langsung dilakukan di lahan atau di halaman rumah setelah diangkut ke rumah. Perontokan ini dapat dilakukan dengan perontok bermesin ataupun dengan tenaga manusia. Bila menggunakan mesin, perontokan dilakukan dengan menyentuhkan malai padi ke gerigi alat yang berputar. Sementara perontokan dengan tenaga manusia dilakukan dengan cara batang padi dipukul-pukulkan, malai padipun dapat diinjak-injak agar gabah rontok.
3.      Pengeringan
Agar tahan lama disimpan dan dapat digiling menjadi beras, maka gabah harus dikeringkan. Pengeringan gabah umumnya dilakukan di bawah sinar matahari. Lama jemuran tergantung iklim dan cuaca, bila cuaca cerah dan matahari bersinar penuh sepanjang hari, penjemuran hanya berlangsung sekitar 2 – 3 hari. Namun, bila keadaan cuaca terkadang mendung atau gerimis dan terkadang panas. Waktu penjemurannya dapat berlangsung lama sekitar seminggu,sampai kadar air mencapai 14%.
4.      Penggilingan
Penggilingan dalam pasca panen padi merupakan kegiatan memisahkan beras dari kulit yang membungkusnya. Pemisahan secara tradisional menggunakan alat sederhana, yaitu lesung dan alu. Lesung terbuat dari kayu utuh yang diceruk mirip perahu. Sementara alu merupakan pasangan dari lesung sebagai alat penumbuk gabah. Alu tersebut terbuat dari kayu yang bentuknya bulat panjang seperti pipa. Kendala penggilingan gabah secara tradisional adalah pengerjaannya sangat lambat, tenaga kerja yang memadai tidak tersedia dan alatnya sulit dijumpai. Saat ini kebanyakan lesung dan alu sudah menghilang dari kehidupan petani padi karena kehadiran alat penggiling yang praktis dan daya kerja cepat.Alat yang sering digunakan berupa hulle. Hasil yang diperoleh pada penggilingan dengan alat penggiling gabah ini sama dengan cara tradisional, yaitu pada tahap pertama diperoleh beras pecah kulit. Pada penggilingan tahap kedua, beras akan menjadi putih bersih.
5.      Penyimpanan Beras
Beras organik yang sudah digiling secara tradisional maupun modern dapat langsung dipasarkan. Namun, karena umumnya beras tidak langsung dapat dipasarkan seluruhnya maka perlu ada tempat penyimpanan. Teknik penyimpanan beras harus diperhatikan agar kondisinya tetap bagus hingga saatnya akan dijual. Umumnya beras disimpan di gudang setelah dikemas dalam karung plastik berukuran 40 Kg atau 50 Kg. Pengemasan dalam karung ini dilakukan secara manual oleh petani. Bagian karung yang terbuka dijahit tangan hingga tertutup rapat.
       6. Pemasaran
Ada dua cara pemasaran beras di Indonesia, pertama petani menjual langsung di lahan pada saat sudah siap panen kepada pedagang pengumpul yang disebut penebas. Penebas inilah yang akan memanen dan mengolahnya lebih lanjut menjadi beras. Kedua, petani sendiri yang memanen,mengeringkan,lalu menjual kepedagang pengumpul,baik berupa gabah kering giling atau sudah menjadi beras. Penjualan beras biasanya dilakukan petani langsung kepada pedagang beras di pasar, dititipkan kepasar swalayan atau dijual langsung ke konsumen. Pengendalian hama pasca panen adalah:
  1. Pengurangan Kadar Air Bahan Simpanan
Kadar air adalah kandungan air yang terdapat di dalam butiran gabah, yang dapat dinyatakan dengan persen. Telah kita ketahui bahwa, tingginya kadar air bahan akan memacu meningkatnya intensitas serangan serangga gudang. Oleh karena itu, diperlukan tindakan dalam rangka mengurangi kadar air bahan.
  1. Penjemuran Bahan     
Penjemuran merupakan cara praktis untuk mengurangi kadar air gabah dalam jumlah besar di tingkat petani. Dalam penjemuran ini diperlukan tindakan lain seperti harus dilakukan pembalikan secara berkala.  Proses pengeringan di pedesaan umumnya masih dilakukan dengan cara tradisional yaitu penjemuran di bawah panas matahari dengan alas tikar/terpal/plastik di halaman atau tanggul saluran/jalan. Selama penjemuran gabah dibiarkan di lapangan sedang bila turun hujan atau malam hari cukup ditutupi karung atau plastik.
  1. Penggunaan Mesin Pengering (Box Dryer).
Untuk mengantisipasi adanya gangguan cuaca seperti ketika musim penghujan, maka tindakan pengurangan kadar air bahan secara tradisional dapat diperbaiki dengan memanfaatkan mesin pengering (box dryer).  Pengeringan gabah dalam jumlah kecil dapat dilakukan dengan menggunakan oven.  Berbagai jenis alat pengering telah dihasilkan dan dengan kapasitas yang beragam, salah satunya adalah alat pengering gabah berbahan bakar sekam (BBS).
  1. Pengaturan Tempat Penyimpanan
Tempat penyimpanan juga sangat mempengaruhi kesukaan serangga gudang terhadap gabah yang disimpan. Tempat penyimpanan yang tidak baik dengan kelembaban tinggi dan temperatur yang tidak sesuai akan memacu perkembangbiakan serangga.
  1. Penggunaan Pestisida Nabati
Penggunaan pestisida nabati untuk menekan serangan serangga gudang masih jarang diterapkan di tingkat masyarakat.  Hal ini selain karena terbatasnya pengetahuan juga karena masih ada anggapan bahwa daya bunuh pestisida nabati masih rendah dan relatif lambat.  Padahal pemanfaatan pestisida nabati ini sangat diperlukan terlebih lagi jika produk simpanan tersebut akan dikonsumsi.
  1. Pemanfaatan Sistem Kedap (Hermetic Storage)
Penyimpanan kedap udara mencakup penempatan gabah/beras/benih ke dalam kontainer (wadah) yang menghentikan pergerakan udara (oksigen) dan air antara atmosfir luar dan gabah/benih yang disimpan. Teknologi ini sudah mulai diterapkan di beberapa negara di Asia Tenggara.  Sistem ini dapat menggunakan kontainer plastik khusus atau kontainer yang lebih kecil terbuat dari plastik atau baja atau bahkan pot dari tanah.






BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Dari ini dapat disimpulkan bahwa beras adalah jenis serealia yang sangat penting Karena banyak orang membutuhkan beras. Teknik dalam pengolahan hasil padi dengan cara pemanfaatan sekam hasil penggilingan padi yang menjadi alas ayam Dan berasnya dapat diolah menjadi tepung lalu produksi kembali menjadi olahan seperti kue. Penanganan pada pasca panen yang harus dilakukan penumpukan, penggumpalan, perontokan, pengeringan, penggilingan, penyimpanan beras dan pemasaran. Dengan adanya pengendalian hama pasca panen sehingga beras yang dihasilkan lebih baik dan dapat bertahan dengan lama.

3.2  Saran

Diharapkan kepada mahasiswa dan mahasiswi agar memperhatikan ketika saat mengerjakan tugas yang diberikan dosen, supaya dosen yang sudah menjelaskan tidak perlu mengulangi, dan alangkah baiknya para mahasiswa dan mahasiswi menggunakan waktu yang telah diberikan oleh dosen dengan sebaik mungkin agar dalam mengerjakan makalah ini berjalan secara efektif dan tidak banyak waktu yang terbuang secara percuma.












DAFTAR PUSTAKA

Made Astawan, 2000. Baras dan Tepung Beras. Bahan untuk Majalah Femina, Jakarta.
F.G. Winarno. 1987. Haruskah Kita Peduli rasa Nasi?. FTDC-IPB.
Sutrisno Koswara,2009. Teknologi Pengolahan Beras. eBookPang
Barber,S.1972. Milled Rice and Changes During Aging, Rice:Chemistry and Technology
(D.F.Houston, ed). American Association of Cereal Chemists. St. Paul, MN, pp.215.
Bantancut, Tajuddin. “Teknologi Pengolahan Padi Terintegrasi Berwawasan Lingkungan”.
13 September 2006.
Soerjandoko, 2010. “Definisi Beras” .Universitas Diponegoro.

laporan hortikultura



CRISPING PADA PRODUK HORTIKULTURA SAYURAN BERDAUN
PERCOBAAN IV
( Teknologi Hasil Hortikultura )


Kelompok : 5

Arie D.D.S                                         B1314003
M.Khoiril Anwar                              B1314020
Aspianor                                            B1314006
M.Irfan Ansari                                  B1314018








PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
POLITEKNIK NEGERI TANAH LAUT
PELAIHARI
2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Produk pasca panen berupa sayuran daun segar sangat diperlukan oleh tubuh manusia sebagai sumber vitamin dan mineral, namun sangat mudah mengalami kemunduran yang dicirikan oleh terjadinya proses pelayuaan yang cepat. Banyak laporan menyebutkan bahwa susut pasca panen relative sangat tinggi yaitu  berkisar 40%-50% khusunya terjadi dinegara-negara sedang berkembang. Salah satu penyebab terjadinya pelayuan adalah karena adanyan proses transpirasi atau penguapan air yang tinggi melalui bukaan-bukaan alami seperti stomata, hidatoda, dan lentisel yang tersedia pada permukaan dari produk sayuran daun tersebut. Kadar air (85-98%) dan rasio antara luas permukaan dengan berat yang tinggi dari produk memungkinkan laju penguapan air berlangsung tinggi sehingga proses pelayuan dapat terjadi dengan cepat.
Selain factor internal  produk, factor eksternal produk seperti suhu, kelembapan, serta kecepatan aliran udara berpengaruh terhadap kecepatan pelayuan. Mekanisme membuka dan menutupnya bukaan-bukaan alami pada permukaan produk seperti stomata dipengaruhi oleh suhu produk. Pada kondisi dimana suhu poduk relative tinggi maka buka-bukaan alami cendrung membuka dan sebaliknya pada keadaan suhunya relative rendah maka bukaan alami mengalami penutupan. Tingginya kandunga air produk menyebabkan tekanan uap air dalam produk selalu dalam keadaan tinggi dan bila kelembaban udara atau tekanan uap air diudara rendah maka akan terjadi deficit tekanan uap air yang menyebabkan  perpindahan air dalam produk keudara sekitarnya.
Bila sebaliknya, tekanan uap air diluar lingkungan produk lebih tinggi maka akan terjadi pergerakan air dari luar kedalam produk. Sangat memungkinkan untuk mendifusikan air kedalam  produk semaksimal mungkin untuk menyegarkan kembali dengan mengatur tekanan air serta mengendalikan mekanisme membuka dan menutupnya bukaan alami, dimana proses penyegaran ini dikenal dengan crisping .

1.2  Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari peningkatan pemahaman kegunaan proses crisping dalam meningkatkan mutu fisik kesegaran produk, mampu melaksanakan prosedur crisping dan mampu menganalisis terjadinya crisping.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Produk pasca panen hortikultura berupa sayuran daun segar sangat diperlukan oleh tubuh manusia sebagai sumber vitamin dan mineral namun sangat mudah mengalami kemunduran yang dicirikan oleh terjadinya proses pelayuan yang cepat. Efektifitas crisping untuk memperbaiki vigoritas dan kesegaran dengan cara mencelupkan ke dalam air hangat dengan ragam suhu 30°C - 50°C dan lama perendaman 1-7 menit spesifik terhadap jenis produk yang erat kaitannya dengan struktur fisik-morfologisnya.
Secara umum proses crisping sayuran selada kriting, kangkung, bawang  prei dan sawi cina dengan pencelupan ke dalam air panas 30°C - 40°C efektif untuk  penyegaran kembali dilihat dari mutu warna, tekstur dan mutu visual secara keseluruhan, namun efektifitas optimum dari lama pencelupannya tergantung  pada jenis produk sayurannya. Proses crisping dengan menggunakan suhu perendaman 50°C tidak efektif dan justru berakibat pada penurunan mutu.
Proses crisping dengan suhu  perendaman 30°C dan 40°C selama 1-3 menit terhadap selada kriting dan bawang  prei cukup efektif memberikan pengaruh penyegaran mutu, dan adanya  peningkatan lama perendaman cenderung tidak memberikan efek penyegaran  berarti. Pada kangkung dan sawi cina, perendaman pada suhu 30°C dan 40°C selama 7 menit (Supartha,2007).
Secara umum suhu 45°C adalah suhu maksimum kritis bagi produk hortikultura karena mulai pada suhu tersebut produk sangat mengalami kemunduran dimana laju respirasi turun drastis dan cenderung menuju pada pelayuan dan kematian bila suhu ditingkatkan. Dengan karateristik morfologinya, bawang prei dan sawi cina yang telah meningkat suhunya sulit untuk didinginkan dengan cepat sehingga proses respirasi dan transpirasi masih  berlangsung tinggi yang berakibat pada penurunan bobot yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk yang hanya dicelup pada suhu 30°C.
Suhu yang tinggi pada bagian tengah produk, sebagai akibat tidak dilakukan pendinginan yang cepat sebelum dilakukan penyimpanan dalam ruang berpendingin atau pre-cooling, menyebabkan laju respirasi dan transpirasi yang tinggi (Shewfelt, 1990). Proses crisping yang dilakukan terdiri dari dua tahapan yaitu tahap  pertama, perendaman dengan air pada suhu diatas suhu kamar tetapi dibawah suhu kritis (30  – 45°C), dengan waktu perendaman tertentu.
Tahap kedua adalah  pendinginan pada suhu dibawah 5°C. Menurut Kays (1991), pada kondisi dimana suhu suatu bahan hasil pertanian meningkat (lebih besar dari suhu lingkungannya) maka stomata atau lentiselnya cendrung membuka dan sebaliknya pada keadaan suhu relatif rendah maka stomata atau lentiselnya mengalami penutupan. Perlakuan perendaman akan mengakibatkan suhu sayuran dan buah mengalami  peningkatan, sehingga dengan kondisi tersebut, stomata atau lentiselnya akan membuka.
Disaat yang bersamaan lebih tingginya suhu air di lingkungan luar dibandingkan dengan suhu air dalam sayuran dan buah, mengakibatkan tekanan uap air dilingkungan pun menjadi lebih besar dari tekanan uap dalam sayur kailan, sehingga terjadi proses perpindahan massa (air) dari lingkungan ke dalam sayuran dan buah melalui proses difusi. Perpindahan massa secara difusi dari luar kedalam sayuran dan buah akan menjadi lebih optimal pada saat stomata atau lentisel membuka, sehingga air bisa berdifusi sebanyak-banyaknya.

BAB III
METODE

3.1  Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin tanggal 14 Maret 2016 pukul 15.00 - 16.00 WITA di Laboratorium Pangan Teknologi Industri Pertanian Politeknik Negeri Tanah Laut.
3.2  Alat dan Bahan
3.2.1  Alat
Alat yang digunakan pada praktikum pembuatan crisping pada produk hortikultura sayuran berdaun adalah kompor gas, panci, thermometer, neraca analitik, tali rafia.

3.2.2  Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah bayam, kangkung, selada, seledri, sawi.

3.3  Prosedur Kerja
1.      Tentukan dua jenis sayuran bahan praktikum sesuai dengan ceriteria layu diatas.
2.      Potong atau pangkas bagian daun bahan yang rusak fisik, layu, fisiologis, dan busuk.
3.      Tentukan jumlah sample untuk setiap unit percobaan dan setiap unit percobaan diikat dengan tali rafia atau tali lainnya dan bukan karet.
4.      Disiapkan air hangat dengan menggunakan water bath dan suhu air diatur terpisah berturut – turut 30°C, 40°C, dan 50°C.
5.      Dicelupkan sayuran bahan percobaan dengan waktu berbeda yaitu 1,3 dan 5 menit.
6.      Disiapkan control yaitu sayuran tanpa dicelupkan dalam air hangat diatas.
7.      Ditempatkan sayuran yang telah dicelupkan diatas secepatnya kedalam kulkas pada bagian chiller dengan perkiraan suhu ± 5°C.
8.      Dilakukan penyimpanan sayuran bahan percobaan tersebut didalam kulkas selama semalaman atau 24 jam.
9.      Setelah penyimpanan dalam kulkas diatas. Amati mutu secara subjektif meliputi warna, tekstur, dan kenampakan visual secara keseluruhan dengan menggunakan ceriteria dan skalan numeric pada tabel pada variabel pengamatan. Pengamatan secara objektif dilakukan terhadap  bobot sayuran sebelum dan sesudah crisping.

PB           : Perubahan bobot (%)            ( PB = Bb Ba )
Ba           : Bobot sebelum crisping
Bb           : Bobot setelah crisping

BAB IV
           HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1  Hasil
Tabel 1.1 hasil perubahan bobot pada perlakuan crisping.
Suhu
Waktu
Berat Sesudah
Berat Sebelum
PB (%)
50°C
1 menit
8,53 g
7,76 g
0,77
3 menit
8,05 g
6,84 g
1,21
5 menit
7,68 g
7,40 g
0,28
40°C
1 menit
11,22 g
10,73 g
0,49
3 menit
5,67 g
5,28 g
0,39
5 menit
9,28 g
8,66 g
0,62
30°C
1 menit
7,70 g
9,00 g
-1,30
3 menit
15,55 g
16,27 g
-0,73
5 menit
12,71 g
14,28 g
-1,57

Control
6,77 g
8,11 g
-1,34

Tabel 1.2 skor hasil pengamatan warna, tekstur, dan kualitas visual secara keseluruhan.
Suhu
Waktu
Warna
Tekstur
Visual
50°C
1 menit
3
4
4
3 menit
4
4
4
5 menit
3
3
3
40°C
1 menit
4
4
4
3 menit
4
4
4
5 menit
4
4
4
30°C
1 menit
4
4
3
3 menit
3
3
2
5 menit
4
2
2

Control
3
2
2


4.2  Pembahasan
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat terlihat perbedaan perubahan bobot dari masing-masing suhu (Tabel 1). Rata-rata semua suhu dan sampel mendapatkan bobot yang bertambah dan turun antara 8,53 sampai 7,76 gr sedangkan bayam yang tidak mendapatkan perlakuan atau bayam control  bobotnya meningkat. Hal ini disebabkan karena Proses crisping yang dilakukan terdiri dari dua tahapan yaitu tahap pertama, perendaman dengan air pada suhu diatas suhu kamar tetapi dibawah suhu kritis (50 – 30°C), dengan waktu  perendaman tertentu. Tahap kedua adalah pendinginan pada suhu dibawah ±5°C. Menurut Kays (1991), pada kondisi dimana suhu suatu bahan hasil pertanian meningkat (lebih besar dari suhu lingkungannya) maka stomata atau lentiselnya cendrung membuka dan sebaliknya pada keadaan suhu relatif rendah maka stomata atau lentiselnya mengalami penutupan.
Perlakuan perendaman akan mengakibatkan suhu sayuran dan buah mengalami peningkatan, sehingga dengan kondisi tersebut, stomata atau lentiselnya akan membuka. Disaat yang bersamaan lebih tingginya suhu air di lingkungan luar dibandingkan dengan suhu air dalam sayuran dan buah, mengakibatkan tekanan uap air dilingkungan pun menjadi lebih besar dari tekanan uap dalam sayur, sehingga terjadi proses perpindahan massa (air) dari lingkungan ke dalam sayuran dan buah melalui proses difusi. Perpindahan massa secara difusi dari luar kedalam sayuran dan buah akan menjadi lebih optimal pada saat stomata atau lentisel membuka, sehingga air bisa berdifusi sebanyak-banyaknya, dengan proses inilah yang menyebabkan bobot dari bayam menurun dan meningkat.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1  Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang telah di dapat pada praktikum ini, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.      Metode Crisping adalah metode penyegaran dengan 2 tahapan, pertama perendaman dengan suhu 30°C, 40°C, 50°C,  kedua pendinginan dengan suhu ±5°C.
2.      Dengan proses crisping bobot sayuran akan menurun, karena perpindahan massa air.
3.      Suhu yang efektif untuk metode crisping adalah 30°C - 40°C

5.2  Saran
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka disarankan untuk peralatan yang ada pada praktikum lebih ditambah agar tidak bergantian pada saat penimbangan dan proses praktikum yang dilakukan praktikan berjalanan dengan lancar.





DAFTAR PUSTAKA
Supartha,2007. Teknologi Pasca Panen.
http://www.scribd.com/doc/23495838/paska-panen  [20-11-2014].
Kays, 1991. Teknik Penanganan Pasca Panen.
http://www.ftp.unud.ac.id/laboratorium-pascapanen-hortikultura [ 20 - 11 - 2014]
Panduan Praktikum Teknik Pascapanen Hortikultura. Jurusan Teknik Pertanian.
Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Syiah Kuala. Banda aceh
Shewfelt, 1990. Crisping Produk Hortikultura.
http://habibahsoraya.blogspot.com/2012/03/crisping-produk - hortikultura.html [20-11-2014].