Menurut psikologi, cinta itu harus diungkapkan
Menurut agama, cinta itu harus dipendam sampai waktu yang tepat
Menurutku, cinta itu ibarat sebuah kayu yang terhanyut dalam aliran sungai
Menurut agama, cinta itu harus dipendam sampai waktu yang tepat
Menurutku, cinta itu ibarat sebuah kayu yang terhanyut dalam aliran sungai
Kisah ini berawal dari keikutsertaanku dalam sebuah olimpiade
ekonomi di sebuah universitas di kota malang. Saat aku bertemu dengannya usiaku
baru 17 tahun. Sosoknya yang berwibawa dan karismatik serta supel telah
mengambil seluruh perhatianku seketika. Semua yang berkaitan dengannya pasti
akan aku rawat dan takkan ku biarkan sembarang orang dapat menyentuh ataupun
melihatnya.
Sebuah gantungan kunci berbentuk persegi dan selembar
biodatanya adalah benda berhargaku saat ini. Semua tersimpan rapi dalam kotak
kenanganku dengannya. Mungkin baginya aku hanya seorang anak sma yang sebatas
kenalan dengan dia. Akan tetapi bagiku, dia adalah sosok kakak yang selama ini
aku idam-idamkan. Penuh perhatian dan tak pernah bosan selalu mendukung dan
memotivasiku.
Berawal dari sinilah sedikit demi sedikit tumbuh sebuah rasa yang tak biasa. Aku pun binggung dengan rasa yang kini ada di hatiku ini, apakah ini hanya rasa kagum, atau rasa suka, cinta atau bahkan sayang? Jujur aku binggung dengan apa yang terjadi.
Berawal dari sinilah sedikit demi sedikit tumbuh sebuah rasa yang tak biasa. Aku pun binggung dengan rasa yang kini ada di hatiku ini, apakah ini hanya rasa kagum, atau rasa suka, cinta atau bahkan sayang? Jujur aku binggung dengan apa yang terjadi.
Sejak 4,5 tahun yang lalu aku tak pernah jumpa lagi
dengannya. Hubunganku dengannya hanya sebatas pertemuan via sms, FB dan
telepon. Hmm seingatku aku dan dia hanya 4 kali teleponan, itu terjadi tahun
2009, 2010, 2011 dan tahun ini yakni 2013. Kebanyakan kami berhubungan via sms.
Dalam sms itu tidak hanya bertanya tentang kabar, akan tetapi saling bercerita
tentang kegiatan kami dan juga saling bercerita tentang keindahan bulan. Ya
kami berdua sangatlah suka melihat keindahan bulan, di saat yang lainnya
terlelap dengan sinetronnya, lelap dengan kesibukannya yang lain, kami berdua
sibuk melihat keindahan bulan di atas sana.
Pertama kali kau menghubunginya itu setelah aku lulus sma,
nomor yang dulu dia berikan ternyata sudah tidak aktif lagi. Hingga aku
akhirnya bertanya kepada temanku yang juga mendapatkan cinderamata dari dia.
Selama ini temanku yang sudah menghubungi dan menjalin hubungan dengan dia.
Begitu aku menghubunginya aku takut-takut karena selama ini kau tak pernah
menghubunginya, ketika aku menghubunginya mungkin rasanya agak aneh akan tetapi
ketika aku mendengar ucapannya ini, rasanya aku langsung plong.
“oh kamu thoo nduk gimana kabarnya?” jawabnya dengan suara ceria dan logat khasnya yang membuat aku tetap berusaha menjaga silaturahmi dengannya. Dulu aku selalu berpikiran bahwa jika aku sms dia pasti terganggu akan tetapi dia selalu menyakinkanku bahwa itu hanyalah kekahawatiranku saja. Selama ini dia selalu menjawab semua sms dariku tak pernah tidak, dan selama itu juga aku tak pernah berani untuk memulai sms dengan dirinya karena bagiku mungkin dia tak nyaman dengan diriku yang mungkin sedikit agresif ini. Aku tak mau dia merasa tak nyaman dekat denganku walaupun di antara kita tak ada hubungan apa-apa.
“oh kamu thoo nduk gimana kabarnya?” jawabnya dengan suara ceria dan logat khasnya yang membuat aku tetap berusaha menjaga silaturahmi dengannya. Dulu aku selalu berpikiran bahwa jika aku sms dia pasti terganggu akan tetapi dia selalu menyakinkanku bahwa itu hanyalah kekahawatiranku saja. Selama ini dia selalu menjawab semua sms dariku tak pernah tidak, dan selama itu juga aku tak pernah berani untuk memulai sms dengan dirinya karena bagiku mungkin dia tak nyaman dengan diriku yang mungkin sedikit agresif ini. Aku tak mau dia merasa tak nyaman dekat denganku walaupun di antara kita tak ada hubungan apa-apa.
Entah sejak kapan rasa ini mulai besar, bahkan hingga aku
merasa sakit ketika mendengar sahabatku bahkan sampai pergi ke kota malang
hanya untuk bertemu dengan dirinya. Mendengar itu entah kenapa rasanya sakit
sekali, air mataku pun tak tertahankan untuk mengalir, apalagi setelah aku
ketahui dia bermalam di rumah keluarga besar temanku itu. “Oh jadi itu sebabnya
smsku tak kau balas?” batinku merintih. Akan tetapi setelah aku mendengar apa
yang terjadi sebenarnya rasa itu sedikit lebih ringan.
Dia terpaksa menerima tawaran keluarga besar sahabatku itu
karena malam sudah larut dan dia dalam kondisi yang tak sehat karena kurang
tidur. Hmm aku merasa bersalah padanya akan tetapi percuma juga rasa bersalahku
itu karena memang di antara kita tak ada hubungan apa-apa. Aku pun teringat sms
sahabatku yang sepertinya sedang gembira, “ini aku sedang jalan-jalan dengan
kakaknya, bareng dengan saudara sepupu dan pakdeku”, membaca sms itu rasanya
sakit banget. Ingin rasanya teriak-teriak akan tetapi aku tak enak hati dengan
para penghuni kost yang lainnya. Hingga akhirnya teriakan itu berubah menjadi
deraian air mata untuk mengurangi sesaknya dada menanggapi hal tersebut.
Akhirnya aku mendapat sedikit penjelasan dari dia terkait
dengan apa yang sedang dialami oleh sahabatku tersebut. Ternyata sahabatku
merasa sedikit tertekan dengan semua kondisi yang tidak berpihak padanya, semua
teman yang tak mempercayainya, nilai UAN yang diluar targetannya, kisah
cintanya yang tak pernah bersambut serta saingannya yaitu diriku. Walau aku tak
pernah menganggapnya sebagai sainganku ternyata seperti itu tanggapannya
terhadapku. “Hmm terserah dia sajalah” batinku menanggapi hal tersebut.
Aku baru tahu ternyata orang yang sangat dicintai oleh
sahabatku adalah dia. Aku tak tahu akan hal itu sampai sahabatku itu
mengatakannya, “diriku mencintainya, bagaimana denganmu?”. Mendengar pertanyaan
itu aku langsung terdiam, akan tetapi langsung ku jawab, “tidak, aku tak
mencintai dia”. Entah apa yang membuat sahabatku ini berpikiran bahwa aku pun
menyukai bahkan mencintai dia. Hingga akhirnya aku pun mulai berani untuk ikut
mengungkapkan apa yang tak rasakan. Ketika sahabatku itu bertanya lagi, aku pun
menjawab, “ya aku mencintainya, bagaimana denganmu?”. Mendengar hal itu
sahabatku langsung tak menghubungiku lagi.
Aku pun mulai mengungkapkan apa yang aku rasakan kepada dia,
via buku yang aku titipkan pada kakak tingkat dan juga via email. Aku ungkapkan
apa yang sedang aku rasakan. Aku masih ingat dengan ilmu psikologi, jika kau
menyukai seseorang maka ungkapkanlah itu. Sedangkan dalam ilmu agama jika kita
menyukai seseorang maka bersabarlah dan tahanlah hingga waktu yang tepat. Akan
tetapi bagiku, ungkapkan dan lupakan semua hal itu. Jika kau ingin melupakan
orang yang kau sukai, caranya bukan dengan menghapus semua kenangan itu darimu
akan tetapi buatlah yang banyak kenangan dengannya dan beritahukan pada semua
orang ketika kau menyukainya. Maka kamu akan malu untuk meneruskan hal itu.
Tapi jangan kau pakai caraku ini jika kau tak cukup berani.
Aku tak tahu apakah sahabatku itu merestui hubunganku dengan
dia atau bagaimana akupun tak tahu. Akan tetapi akhir-akhir ini, sahabatku
selalu sms menanyakan kabar dia, “bagaimana kabarnya dia? Apakah dia baik-baik
saja? Smsku tak pernah dibalas oleh dia, apakah dirimu sama denganku. Diacuhkan
begitu saja olehnya?”. Jujur membaca sms itu aku heran hah bagaimana bisa
sahabatku itu tak dibalas smsnya sedangkan aku masih dapat bersms ria
dengannya. Segera aku pun mengirim sms untuknya, “bagaimana kabarmu kak?”, smsnya
pun langsung berbalas, “aku baik-baik saja”. Hmm mengapa hal itu terjadi? Aku
masih binggung, mengapa sms sahabatku tak pernah dibalas bahkan cenderung
diacuhkan oleh dia.
Saat sahabatku itu sms lagi menanyakan kabar dia, aku pun langsung memberitahu kepadanya, dan tahukah kamu kawan apa yang terjadi. Sahabatku itu tak menghubungiku lagi, aku tak tahu apa yang terjadi hingga sebuah telepon dari nomor yang aku ketahui nomor orangtuanya sahabatku masuk dalam ponselku. Telepon itu juga yang akhirnya menjelaskan duduk perkara dari awal hingga akhir.
Saat sahabatku itu sms lagi menanyakan kabar dia, aku pun langsung memberitahu kepadanya, dan tahukah kamu kawan apa yang terjadi. Sahabatku itu tak menghubungiku lagi, aku tak tahu apa yang terjadi hingga sebuah telepon dari nomor yang aku ketahui nomor orangtuanya sahabatku masuk dalam ponselku. Telepon itu juga yang akhirnya menjelaskan duduk perkara dari awal hingga akhir.
Baru aku ketahui jika sahabatku itu sedang dalam pengobatan
karena banyaknya pikiran yang ada dalam otaknya. Dia mungkin mersa bersalah
pada orangtuanya karena tidak dapat memberikan nilai yang terbaik saat UAN.
Mungkin juga karena tekanan dari teman-teman yang membutuhkan kontribusi
dirinya atau lain sebagainya, aku pun tak tahu. Sahabatku itu juga mendapat
perlakuan tidak adil dari teman-teman asramanya, dan yang pasti sahabatku itu
cemburu padaku karena aku masih berhubungan dengan dia sedangkan sahabatku
tidak.
Mendengar semua hal itu, aku langsung sedih sekali, “Ya allah gara-gara aku masuk ke dalam hubungan di antara mereka jadi seperti ini”. Aku merasa bersalah seolah mengambil perhatian dia dari sahabatku. Begitu aku curhat ke teman-temanku yang lainnya mereka pada bilang agar aku melepas dia, jangan sampai gara-gara dia, aku kehilangan sahabatku sendiri. Saat di telepon aku pun berjanji untuk tidak akan menghubungi dia lagi, demi menjaga perasaan sahabatku.
Akan tetapi apa yang terjadi setelah sms dan email yang aku kirimkan, aku berada dalam posisi yang kangen berat dengan dia. Aku butuh sedikit semangat dari dia, sebuah porsi semangat yang hanya bisa diberikan oleh dia. Hingga akhirnya aku mulai mengirim email kepadanya yang langsung disambut dengan sms semangat darinya. Mendapat itu semua senyum tak pernah lepas dari wajahku, hatiku berbunga tiap kali membaca sms dari dia. Hahahha senangnya aku kira dia tak akan mengirimiku sms ini. Mengingat emailku yang mengatakan ingin memutus hubungan di antara kami ini. Aku mengirimkan email untuk meminta doa dia karena aku akan menghadapi sidang. Aku memberanikan diri untuk memulai sms dia karena menurutku yang sedang dalam kondisi perang dingin itu dia dan sahabatku, mengapa aku harus ikut-ikutan. Hingga akhirnya, aku mulai aktif lagi smsan dengan dia. Terlupalah sudah janji yang sudah aku ucapkan.
Mendengar semua hal itu, aku langsung sedih sekali, “Ya allah gara-gara aku masuk ke dalam hubungan di antara mereka jadi seperti ini”. Aku merasa bersalah seolah mengambil perhatian dia dari sahabatku. Begitu aku curhat ke teman-temanku yang lainnya mereka pada bilang agar aku melepas dia, jangan sampai gara-gara dia, aku kehilangan sahabatku sendiri. Saat di telepon aku pun berjanji untuk tidak akan menghubungi dia lagi, demi menjaga perasaan sahabatku.
Akan tetapi apa yang terjadi setelah sms dan email yang aku kirimkan, aku berada dalam posisi yang kangen berat dengan dia. Aku butuh sedikit semangat dari dia, sebuah porsi semangat yang hanya bisa diberikan oleh dia. Hingga akhirnya aku mulai mengirim email kepadanya yang langsung disambut dengan sms semangat darinya. Mendapat itu semua senyum tak pernah lepas dari wajahku, hatiku berbunga tiap kali membaca sms dari dia. Hahahha senangnya aku kira dia tak akan mengirimiku sms ini. Mengingat emailku yang mengatakan ingin memutus hubungan di antara kami ini. Aku mengirimkan email untuk meminta doa dia karena aku akan menghadapi sidang. Aku memberanikan diri untuk memulai sms dia karena menurutku yang sedang dalam kondisi perang dingin itu dia dan sahabatku, mengapa aku harus ikut-ikutan. Hingga akhirnya, aku mulai aktif lagi smsan dengan dia. Terlupalah sudah janji yang sudah aku ucapkan.
Sahabatku itu ternyata akhirnya menjalani perawatan dan sudah
berangsur-angsur membaik. Karena hatiku tak tenang setelah melanggar janji, aku
pun memutuskan untuk mengungkapkan pada sahabatku itu. Aku ungkapkan tentang
janjiku dan aku ungkapkan jika aku sudah melanggarnya. Dan akibatnya adalah
sahabatku ini kembali alpa. Kembali tamparan yang sama menampar wajahku, tak hanya
wajah yang serasa ditampar, telinga rasanya panas mendengar adikku berkata,
“kau egois, hanya memikirkan dirimu sendiri, kenapa tak kau pikirkan
perasaannya ketika kau ungkapkan hal itu”. Batinku seketika memberontak, “mau
sampai kapan aku harus melindunginya terus, sedangkan aku sedang sakit begini,
apakah aku pun harus mengorbankan diriku juga”. Batinku masih terus melakukan
pembelaan atas kesalahan yang aku lakukan hingga datangnya sebuah sms yang
berbunyi.
Assalamualaikum wrwb, nak ibu minta tolong jika anak ibu
menghubungi terkait dengan laki-laki itu bilang aja anak ga tahu berhubungan
lagi dengan dia. Ibu tahu itu bohong tapi ini demi anak ibu.
Assalamualaikum wrwb, nak, sejak anak memberitahu anak ibu,
bahwa anak masih sering berhubungan dengan laki-laki itu, anak ibu mnjadi tidak
terkendali dan sulit mengontrol emosinya, mungkin karena rasa cemburu. Ibu
tidak menyalahkan anak karena mungkin anak khilaf atau lupa. Tapi ini mungkin
ujian buat ibu sekeluarga agar lebih mendekatkan diri kepada Allah dan lebih
bersabar. Tapi ibu minta anak jangan merasa bersedih atau merasa bersalah, anak
doakan saja semoga anak ibu cepat sehat dan dapat beraktivitas kembali.
Inilah akibat dari apa yang sudah tak lakukan tanpa pikir
panjang. Akibat yang sangat fatal bagi sahabatku. Aku tak pikirkan hal lain
selain ucapan permohonan maafku. Saat aku telepon pun dia masih baik-baik saja.
Dia sendiri mengaku jika dia baik-baik saja dan menyetujui jika aku dengan dia.
Tapi apa yang terjadi, sahabatku itu bahkan merelakan sampai membuatnya jatuh.
Hmm apakah layak aku masih tertawa senang seperti ini.
Padahal aku pun sebenarnya tahu jika dia pun sudah menolakku,
akan tetapi entah kenapa batinku ini masih saja berharap padanya. Padahal dia
sudah dengan jelas mengatakan bahwa dia tak ada perasaan cinta atau menyukai
dengan lebih terhadapku. Dia hanya ada rasa suka, ya sebatas rasa suka seperti
rasa sukanya terhadap teman-temannya saja. Dia tidak ada tujuan memilikiku
untuk dirinya pribadi. Dia tidak mempunyai rasa cinta yang hanya mengarah pada
hubungan dua manusia saja. Ya sekali lagi dia tak punya perasaan lebih padaku.
Akhirnya aku mendapatkan jawaban atas pertanyaanku yang paling mendasar selama
ini.
Walau begitu entah mengapa aku selalu merasa dia seakan
menyukaiku. Akan tetapi dia tak berani mengungkapkannya karena mungkin baginya
aku dan dia tak akan dapat bersatu. Karena itu dia, selalu berbuat seperti ini.
Akan tetapi mengapa dia selalu seakan memberikan sinyal kepadaku. Dia dan aku
bahkan pernah bercerita tentang jumlah anak yang kami inginkan. Kami sama-sama
ingin punya anak lima orang. Dia pernah bertanya padaku “mau ga kamu melahirkan
anak-anak untukku?” yang langsung tak jawab, “mau ga jika aku yang melahirkan
anak-anak untukmu?”. Aku tatkala itu langsung menjawab “iya’ sedangkan dia
tidak menjawab, hingga ini aku tak tahu jawaban dia apa.
Baru aku sadari bahwa selama ini, aku terus yang
mengungkapkan apa yang ada dipikiranku, dia tak pernah sama sekali. Ketika aku
bertanya terkait dengan semua hal yang sudah kita bicarakan, dia hanya menjawab
“pelajari psikologi dasar biar kamu tahu apa yang sebenarnya terjadi, apakah
itu hanya teka-teki, permainan kata atau yang sebenarnya atau sebuah liukan
topeng? Atau sebuah tak tik atau battleplan atau kata-kata represif depresif akan
keadaan atau hanya sekedar jebakan agar orang lain berpikiran seperti yang kita
inginkan” hmm sebuah jawaban yang tak pasti. Baru aku sadari ternyata selama
ini, dia hanya meladeni permainanku ini, dia hanya pemainkan perannya dengan
cukup lihai dan apik hingga aku pun terbuai dengan apa yang sudah dilakukannya.
Selama ini, dia tak pernah membatasi apa yang ada dalam alam
pikiranku, dia membiarkan pikiranku ini berkembang dengan liarnya. Dia tak
pernah membatasinya. Bagi dia itu adalah hak setiap orang untuk memproses semua
inputan yang sudah masuk dalam otaknya. Jadi jangan pernah menyalahkan orang
lain atas semua pikiran yang ada di otakmu, karena yang mempunyai kendali penuh
atas pikiranmu hanyalah dirimu sendiri. Mereka semua hanya pemberi input, otakmu
yang memproses dan memberikan output jadi kendalikan pikiranmu.
Cerpen Karangan: Bayu Rahmawati
Blog: bayurahmawati.blogspot.com
Blog: bayurahmawati.blogspot.com